Selasa, 20 Maret 2012

Kerajinan Tangan Khas Pulau Lombok


Wisata Kerajinan Masyarakat Beleke
Jauh sebelum Pulau Lombok menjadi salah satu destinasi wisata dunia, desa Beleka yang terletak hanya 15 km ke arah timur kota Praya sudah dikenal sebagai pusat kerajinan tangan. Selama sudah hampir tiga dekade desa ini menjadi salah satu desa yang menjual kerajinan Lombok untuk dipasarkan di Pulau Bali. Kerajinan tangan yang dihasilkan adalah rotan, ketak, kerajinan kayu dan juga keris. Pengerajin di desa ini juga ahli dalam memodifikasi kerajinan-kerajinan dari daerah lain menjadi lebih menarik bagi pembeli asing.
sumber :www.lombok-travelnews.com/id/kerajinan-tangan-lombok.htm

Tuak,

indosiar.com, NTB - Di Desa Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, minum tuak telah menjadi bagian dari keseharian warga setempat.

Tuak adalah sejenis minuman lokal, yang mengandung alkohol, terbuat dari buah enau. Pembuatan tuak menjadi mata pencaharian sebagian warga Desa Karang Bayan. Bahkan ada ritual dalam pembuatannya.

Berdasarkan kepercayaan turun-temurun, sebelum dipotong, cabang enau dipukul-pukul oleh semacam pemukul terbuat dari kayu boro. Proses ini dilakukan selama setengah jam terus menerus, selama tiga hari berturut-turut. Ritual semacam ini dilakukan pada pohon enau, yang baru pertama kali akan disadap airnya. Konon, kalau tidak dipukul-pukul dengan kayu boro, air enau tidak mau keluar.

Pohon enau yang menghasilkan air, lazimnya telah berumur dua tahun. Cabang yang produktif, dapat menghasilkan air selama enam bulan terus menerus. Ketika mencapai umur tiga tahun, biasanya pohon enau tidak lagi produktif.

Setelah air enau tertampung, potongan kayu dari pohon kurut, dimasukkan ke dalam periuk. Potongan kayu ini berguna sebagai campuran pembuat tuak manis. Selanjutnya, tuak pun siap diminum. Minuman asli dari alam ini, hanya bertahan selama satu hari. Makin lama tuak, makin asam minuman tersebut, sebelum akhirnya menjadi cuka.

Biasanya dalam satu hari, satu pohon enau dapat menghasilkan 15 sampai 30 botol tuak, masing-masing berisi setengah liter. Satu botol dijual 400 rupiah kepada pembeli. Pembeli yang telah menjadi pelanggan pemilik kebun, biasanya menjual kembali tuak tersebut, dengan harga 1.500 hingga 2.000 rupiah per botol.

Bagi yang tidak biasa, minum tuak sebetulnya dapat memabukkan. Kadar alkohol tuak cukup tinggi, bisa mencapai lebih dari 10 persen, sementara minuman bir hanya lima persen.

Namun demikian, tuak tampaknya telah mendarah daging dalam keseharian masyarakat Lombok. Setiap sore, sepulang bekerja di sawah, para pria memiliki kebiasaan melepas lelah, dengan duduk bersantai di halaman rumah. Sambil mengobrol, bercengkrama ataupun bernyanyi, mereka meminum tuak.

Minuman keras tradisonal ini juga senantiasa hadir dalam setiap hajatan. Selesai melaksanakan sebuah upacara tradisional, apakah itu perkawinan, kikir gigi, ataupun khitanan, masyarakat setempat biasa menutup acara dengan minum tuak. Karena telah terbiasa, tuak yang sebetulnya berkadar alkohol cukup tinggi, tidak membuat mereka mabuk. Dan sesungguhnya, memang tidak terbersit di dalam benak mereka, untuk bermabuk-mabukan. Minum tuak bagi mereka, hanyalah sebuah kebiasaan.

Tuak memang telah menjadi bagian dari tradisi setempat, selama setidaknya 13 generasi. Yaitu sejak berdirinya Desa Karang Bayan. Dari tuak ini pula, warga setempat bisa menghidupi keluarga mereka.(Idh)

Selasa, 13 Maret 2012

RUMAH TRADISIONAL

Orang Lombok mengenal beberapa jenis bengunan tradisional yang dijadikan sebagi tempat tinggal sekaligus tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan adat maupun spiritual keagamaan balk untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan masyarakat. Adapun jenis jenis bangunan tradisional itu seperti bale jajar, bale beleq, bele kodong dan gunung rata. Dari sekian jenis bangunan tempat tinggal tersebut bale jajar-lah yang banyak dipergunakan baik di kota maupun di desa terutama di pedusunan-pedusunan.

Bale jajar, biasanya bertiang delapan atau dua betas dengan bubungan sepanjang dua meter pada bagian atas yang disebut semoko (bantek), bungus (kuranji). Rumah ini hanya mempunyai satu pintu di bagian depan dan aslinya jarang ada yang berjendela serta terbagi atas tiga buah ruangan. Tiang rumah mi terbuat dari bahan kayu jot, kelapa, nangka, kelapa, dan lain-lain yang dianggap kuat dan bisa bertahan lama yang berfungsi sebagai penopang atau menggambarkan kekuatan. Sedangkan atap terbuat dari ilalang yang diambil di padang rumput yang biasanya terdapat di lereng bukit-bukit di Lombok Timur.

Atap dari ilalang disebut atap re, sedangkan atap yang terbuat dari daun kelapa disebut atap bobok. Tetapi saat ini, karena perkembangan zaman, masyarakat banyak beralih ke atap genting, seng maupun asbes. Dinding rumah adat Lombok Timur pada umumnya dibuat sendiri oleh pemilik rumah dari bahan bambu. Untuk penguat (tali) dan paku terbuat dari bambu tali. Tinggi biasanya dua meter dengan anak tangga lima susun yang terbuat dari tanah.

sumber:dc392.4shared.com/doc/8ub5xRcR/preview.html

suku sasak

1. Bahasa

Bahasa Sasak, terutama aksaranya, sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama-sama menggunakan sistem aksara Ha Na Ca Ra Ka. Tetapi secara pelafalan, bahasa Sasak lebih dekat dengan Bali. Menurut etnolog yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, bahasa Sasak merupakan keluarga dari Austronesian Malayu-Polinesian, campuran Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.

Bila diperhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek maupun kosakatanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Secara umum, bahasa Sasak bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara), Meno-Mene (Lombok Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Tengah), dan Mriak-Mriku (Lombok Selatan).

2. Perkampungan Orang Sasak

Rumah-rumah yang ada di Sasak sangat berbeda dengan orang-orang Bali. Di dataran, rumah orang Sasak cendrung luas dan melintang. Desa-desa di gunung terpencil tertata rapi dan mengikuti perencanaan yang pasti. Di bagian utara, tata ruang desa-desa pegunungan yang ideal terdiri atas dua baris rumah (bale), dengan sederet lumbung padi di satu sisi, dan di antara rumah-rumah ada sederet balai bersisi terbuka (beruga) dibagun diatas enam tiang. Bagunan lain di desa adalah rumah besar (bale bele) milik para pejabat keagamaan, yang konon didiami arwah leluhur yang sakti. Semtara makam leluhur yang sebenarnya merupakan rumah-rumah kayu dan bambu kecil dibangun di atasnya.

Sebenarnya diberbagai bagian Indonesia, rumah Sasak tidak berjendela dan gelap, digunakan terutama untuk memasak, tidur, dan penyimpanan pusaka masyarakat menghabiskan sangat sedikit waktu di dalam rumah sepanjang hari. Balai terbuka menyediakan panggung tempat duduk untuk kegiatan sehari-hari dan hubungan sosial. Balai juga digunakan untuk tidur dan untuk fungsi upacara: jenazah diletakan disini sebelum dipindahkan ke pekuburan.

Di desa-desa bagian selatan, panggung di bawah lumbung padi berperan sama dengan balai, d bagian utara (tidak semua desa di utara memiliki lumbung padi). Ada empat jenis dasar lumbung dengan ukuran yang berbeda-beda. Yang paling besar biasanya miliki orang kaya atau keturunan bangsawan. Semua, kecuali jenis lumbung padi kecil, memiliki panggung di bawah.

sumber:wacananusantara.org/sejarah-dan-tradisi-suku-sasak/

Perkawinan Suku Sasak

Perkawinan yang terjadi di suku sasak dimulai dari adanya pelarian si pihak wanita oleh si pria. Awalnya bisa didasari mereka saling suka atau tidak sama sekali, tinggal si prianya saja yang mencari strategi untuk membawa lari sang wanita. Setelah itu, baru perwakilan keluarga saling berkompromi untuk menebus kembali sang wanita. Perkawinan yang terjadi pun masih bersifat perkawinan saudara, yaitu perkawinan antar sepupu. Dari penjelasan yang saya dapat dari sang ‘jubir’: di satu desa Sade terdiri dari 150 KK/ Kepala Keluarga dan semuanya masih bersifat saudara, perkawinan yang terjadi pun masih seputar satu lingkungan mereka. Walaupun mereka mayoritas beragama islam, namun adat perkawinan antar saudara masih tetap dilestarikan. Jika suku sasak ingin menikah dengan suku lain yang berbeda provinsi, biasanya si calon pasangannya harus membayar denda yang cukup banyak di setiap desa yang dia lalui.

sumber:iin-green.web.id/2010/12/26/cerita-tentang-suku-sasak-lombok/

Jumat, 09 Maret 2012

Budaya Sasak


Tari Gandrung acapkali ditampilkan dalam berbagai acara seperti acara adat maupun acara formal lainnya. Pakainnya yang meriah menarik hati para penonton. Apalagi dalam tarian ini ada waktu di mana sang penari menepek(menyentuh penonton dengan kipas). Wah jadi seru deh acara-acara dengan adanya Tari Gandrung. Penonton juga ikut terlibat dalam pentas. Penonton yang ditepek akan menari dan berjoged dengan pasangannya. Asik bukan???

Tari Gandrung ga hanya ada di Lombok tapi juga ada di Banyuwangi, dan Bali. Asal mula tari Gandrung Lombok diperkirakan berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Mengenai penyebarannya belum diketahui secara pasti. Tapi Tari Gandrung ini sudah menjadi kesenian khas Lombok.. Salah satu yang menjadi ciri khas dari pakaian tari Gandrung adalah "gegelung" yaitu hiasan penutup kepala yang permukaan luar bagian belakangnya dipenuhi bunga kamboja.

Lanjut nih ke Perisaian,, klo tari yang satu ini wah butuh tenaga dan keberanian. Buat yang ngaku cowok sejati silahkan mencoba. Penarinya terdiri atas 2 orang yang disebut pepadu. Mereka bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) dan berperisai kulit kerbau tebal dan keras(ende). Tapi tenang saja untungnya ada wasit atau pekembar yang mengawasi jalannya pertarung.
sumber:iswavy.blogspot.com/2011/06/budaya-sasak-tari-gandrung